Blog

Melirik Trend Tranformasi Digital 2020, Jangan Sampai Tertinggal

Jum 17 Januari 2020, telkomtelstra
Digital Transformation

Perjalanan transformasi digital telah menemukan momentum pertumbuhan yang sangat pesat. Teknologi digital ditopang revolusi industri 4.0 telah berakselerasi dengan pertumbuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Teknologi digital seperti artificial intelligence, cloud, machine learning, internet of things (IoT), big data analytics membawa gelombang perubahan besar secara global dan termasuk di Indonesia. Dengan adanya transformasi digital yang diwujudkan dalam adopsi teknologi baru, mulai menjamur model bisnis baru yang berbasis peningkatan pengalaman pelanggan, mengubah tempat kerja, dan memangkas proses bisnis.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengungkap pertumbuhan pesat teknologi digital yang mendorong menjamurnya bisnis rintisan (startup) di Indonesia. Dalam laporan Bappenas dan Bekraf bertajuk ‘Arah Kebijakan dan Strategi Pengembangan Ekonomi Digital 2020-2024′ disebutkan, sejak 2018 hingga 2019 di Indonesia telah hadir 992 startup yang didominasi 352 startup e-commerce, 53 startup financial technology (fintech), 55 startup di bidang game, dan 532 startup di bidang lainnya.

Dari jumlah itu, Indonesia telah melahirkan lima unicorn atau startup dengan nilai valuasi melebihi US$ 1 miliar, yakni Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, dan yang terbaru Ovo di bidang fintech. Seluruh startup terutama unicorn itu berkembang sangat pesat dengan dukungan teknologi digital yang mendisrupsi tatanan bisnis yang selama ini telah mapan.

Pertumbuhan bisnis yang sangat pesat itu menginspirasi korporasi secara umum untuk memulai inisiatif transformasi digital secara eksponensial. Bahkan, dalam laporan yang dirilis konsultan riset global, yakni International Data Corporation (IDC), dengan inisiatif transformasi digital membanjiri perusahaan, tidak mengherankan bahwa pada tahun 2023 lebih dari setengah dari seluruh produk domestik bruto (PDB) di seluruh dunia diprediksi akan didorong oleh produk dan layanan dari industri yang diubah secara digital. Jumlah integrasi digital ini menunjukkan bahwa ekonomi global akan mencapai supremasi digital dalam beberapa tahun mendatang.

Menyadari hal itu, institusi perlu mencermati peluang dan tantangan dari trend transformasi digital yang akan berkembang pada tahun 2020 dan ke depan. Tujuannya tidak lain untuk memberikan wawasan (insight) yang komprehensif untuk ditindaklanjuti serta membantu perusahaan tetap kompetitif di pasar yang makin dinamis.

Tantangan seperti pengembalian investasi (return on investment/RoI) untuk pengeluaran teknologi dalam perjalanan transformasi digital perusahaan masih perlu ditindaklanjuti dengan solusi konkret yang komprehensif. Demikian juga dengan tantangan talenta sumber daya manusia (SDM) yang menjadi ujung tombang perjalanan transformasi digital perusahaan.

Telkomtelstra sebagai perusahaan solusi teknologi digital telah merangkum sedikitnya lima trend transformasi digital pada 2020 dan ke depannya. Trend terbaru itu antara lain:

1. Investasi teknologi digital terus melonjak

Penelitian bertajuk “Disruptive Decision Making” yang diprakarsai oleh Telstra, perusahaan telekomunikasi dan teknologi terkemuka dan salah satu perusahaan induk dari Telkomtelstra pada 2019 mengungkapkan temuan bahwa lebih dari sepertiga (33%) perusahaan lokal di Indonesia telah menginvestasikan lebih dari US$ 500.000 dalam produk dan layanan transformasi digital selama setahun terakhir. Sementara hampir satu dari 10 (8%) perusahaan Indonesia menghabiskan investasi lebih dari US$ 5 juta.

Dalam tiga tahun ke depan, penelitian Telstra menemukan bahwa empat dari sepuluh (40%) perusahaan di Indonesia mengharapkan total pengeluaran perusahaan untuk transformasi digital meningkat lebih dari 10%, di atas level global (32%).

Kondisi itu sejalan dengan prediksi IDC yang menyebutkan bahwa pada 2023, lebih dari 50% dari semua investasi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan digunakan untuk transformasi dan inovasi digital, naik dibanding pertumbuhan 27% pada 2018. Peningkatan investasi untuk transformasi digital menjadi suatu keniscayaan, mengingat perusahaan yang tidak mencapai supremasi digital dalam anggaran TI akan lumpuh dan tertinggal.

2. Cyber Security Akan Booming di Indonesia

Cyber security diprediksi booming di Indonesia menyusul makin pesatnya perkembangan transformasi digital. Indonesia masih dinilai agak tertinggal terkait cyber security services dibanding pertumbuhan secara global.

Padahal, kebutuhan cyber-security merupakan salah satu fondasi utama dalam perjalanan tranformasi digital. Terbukti, Indonesia menjadi negara ketiga paling ditarget dalam ancaman keamanan cyber setelah Amerika Serikat dan India, menurut laporan Check Point, Software Technologies Inc. Sedangkan dari sektornya, industri finansial atau keuangan menjadi sektor yang paling rentan terhadap ancaman cyber-security.

Cloud security juga akan menjadi prioritas utama di Indonesia, dengan privasi data dan kerahasiaan di lingkungan cloud sebagai fokus utamanya. Risiko terbesar terhadap keamanan cloud termasuk kesalahan konfigurasi pelanggan, salah kelola kredensial atau pencurian oleh orang dalam. Mengingat semakin banyak organisasi memigrasi beban kerja, aplikasi, dan data mereka ke cloud, keamanan cloud akan terus menjadi semakin penting di Indonesia pada tahun 2020. Perusahaan juga akan berinvestasi dalam keterampilan keamanan dan perangkat tata kelola untuk membangun basis pengetahuan yang diperlukan guna mengimbangi laju pengembangan dan inovasi cloud.

3. Peningkatan Penggunaan Edge Computing

Saat ini hampir sebagian besar dari sektor manufaktur seperti industri pesawat terbang, otomotif, farmasi dan lainnya telah menggunakan solusi terdepan internet of things (IoT) dimana pemakaian sensor meliputi segala proses produksi. Banyak sensor dipasang di setiap pesawat sehingga dapat mendeteksi risiko kerusakan dan perawatan. Demikian juga di otomotif, mobil seri terbaru penuh dengan sensor sehingga dapat dideteksi kerusakan kecil seperti ban kempis. Data dari berbagai sensor itu kemudian dikumpulkan di edge computing untuk dianalisis dengan machine learning. Edge computing merupakan perpanjangan dari cloud yang diletakkan di sisi customer. Setiap perangkat IoT mengirim data/informasi secara terus-menerus dan membutuhkan analisis instan dalam bentuk machine learning. Teknologi edge computing merupakan solusi untuk ini. Karena itu, di 2020 jangkauan digital bukan hanya tentang menghubungkan cloud, tapi juga memperluas infrastruktur cloud, data, aplikasi, dan manajemen, ke edge computing.

4. Semakin Besarnya ledakan aplikasi

Berdasarkan prediksi sejumlah pakar, pada tahun 2023 lebih dari 500 juta aplikasi dan layanan digital akan dikembangkan dan disebarkan menggunakan pendekatan cloud-native secara global. Jumlah itu akan menyamai dengan apa yang dikembangkan dalam 40 tahun terakhir. Sebagian besar akan ditargetkan dalam adopsi teknologi digital untuk menunjang perjalanan transformasi digital perusahaan.

Ledakan jumlah aplikasi akan mengarah pada berkembangnya inovasi berbasis pengalaman pelanggan (customer experience) dengan dukungan big data analytics. Aplikasi akan terus mengembangkan competitive intelligence dalam lanskap transformasi digitalnya, mengintegrasikan ide dan gagasan ke dalam perencanaan ke depan, serta memastikan sumber daya manusia (SDM) siap untuk berkontribusi dalam pengoperasiannya.

Di Indonesia, salah satu trend ledakan jumlah aplikasi digital dapat dilihat dari maraknya aplikasi financial technology (fintech) dan dompet digital. Mengutip data statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per 26 Desember 2019, di Indonesia terdapat 164 fintech lending yang terdaftar dan mengantongi izin. Jumlah itu sangat kecil dibanding total populasi fintech lending—yang memberikan layanan berbasis aplikasi digital—dengan perkiraan jumlah total sedikitnya 2.000 fintech lending di Indonesia hingga akhir 2019.

5. Artificial intelligence (AI) tidak bisa dihindari

Artificial intelligence (AI) makin mendominasi trend perjalanan tranformasi digital perusahaan. Bukan hanya institusi swasta, bahkan pemerintah pun sudah semakin sadar dengan kebutuhan teknologi berbasis AI.

Hal itu terlihat dari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi), awal Desember 2019, yang menjabarkan rencana pemerintah untuk mengganti eselon III dan IV dengan AI. Tujuannya untuk memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia agar lebih cepat melakukan perubahan, lebih cepat memutuskan, dan lebih cepat bertindak di lapangan, sekaligus menciptakan efisiensi secara luas. Trend maraknya penggunaan AI telah berjalan secara global. Bahkan, pada tahun 2025, setidaknya 90% aplikasi baru akan menanamkan AI untuk menjadikannya “lebih pintar” dan “lebih dinamis.” Pada tahun 2024, lebih dari 50% interaksi antarmuka pengguna akan menggunakan visi, pidato, pemrosesan bahasa alami (NLP), dan AR/VR yang diaktifkan oleh augmented reality/ virtual reality berbasis AI.