Pandemi COVID-19 telah mengubah pola kerja jarak jauh secara global dalam kurun waktu enam sampai tujuh bulan terakhir. Dan tampaknya, bagi sebagian negara seperti Indonesia, pola kerja jarak jauh (remote work) belum akan berhenti. Apalagi ketika COVID-19 saat ini sedang mencapai puncak kurva penyebaran.
Penyebaran global COVID-19 yang begitu cepat memang telah memicu perusahaan beralih ke pola kerja dari rumah dan sekarang lebih mengandalkan teknologi kerja jarak jauh, dalam upaya menjaga kelangsungan bisnis. Bagi banyak perusahaan, ini merupakan pengalaman pertama kalinya dimana karyawannya harus berkolaborasi dan berkomunikasi secara virtual melalui teknologi digital.
Akan tetapi, bagaimana setelah pandemi berakhir, apakah pola kerja jarak jauh akan tetap dilanjutkan? Bagaimana perubahan besar dalam perilaku tempat kerja yang kita lihat sekarang memengaruhi cara bekerja di masa depan ketika pandemi mulai berangsung-angsur mereda ? Apa yang dapat kita harapkan dari implementasi teknologi untuk pekerjaan jarak jauh ke depannya? Kami melihat tiga prediksi umum yang patut dicermati .
Prediksi 1: Pekerjaan jarak jauh akan tetap ada
Banyak yang percaya bahwa peralihan pola kerja ke jarak jauh atau bekerja dari rumah ini akan menjadi perubahan yang lebih permanen, bukan sementara. Faktanya, survei yang dilakukan oleh perusahaan riset global, Gartner, kepada 317 Chief Financial Officer (CFO) dan pemimpin divisi keuangan dalam perusahaan menemukan bahwa 74% korporasi berencana untuk memindahkan tenaga kerja mereka yang sebelumnya di kantor untuk bekerja remote secara permanen pasca-COVID-19. Faktor terbesar yang mendorong perubahan permanen ini adalah manfaat penghematan biaya bekerja dari rumah. Ini berasal dari penggunaan berbagai solusi teknologi yang akhir-akhir ini banyak digunakan oleh perusahaan untuk mendukung kolaborasi jarak jauh, baik solusi SaaS (Software as a Service) seperti Microsoft 365, Cloud Contact Center, ataupun infrastruktur seperti SD-WAN. Teknologi-teknologi tersebut telah terbukti dapat mengurangi biaya pengeluaran operasional, termasuk diantaranya biaya sewa ruang di kantor (office spaces).
Pada saat yang sama, terdapat sejumlah keuntungan finansial bagi karyawan: seperti menghemat biaya perjalanan pulang pergi dan makan di kantor, serta pengeluaran lainnya. Keuntungan finansial ini, jika mampu dioptimalkan dengan meminimalisasi gangguan pada produktivitas kerja, tentunya meyakinkan banyak perusahaan untuk tidak kembali ke cara kerja tradisional bahkan setelah pandemi berhenti.
Prediksi 2: Teknologi akan terus memainkan peran penting
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, organisasi semakin mengandalkan teknologi untuk memungkinkan karyawan bekerja dari jarak jauh tanpa hambatan. Di masa pandemi ini, kita menyaksikan lonjakan kebutuhan untuk solusi tempat kerja virtual yang membantu tim untuk berkolaborasi, berkomunikasi, dan beroperasi. Saat pekerja sudah terbiasa untuk memindahkan rapat secara fisik ke panggilan konferensi dan video call, ataupun melakukan kolaborasi dengan tim melalui ruang kerja digital, maka banyak yang melihat manfaat besar dalam efisiensi, kenyamanan, dan transparansi dari bekerja secara online.
Demikian pula, aktivitas sosial di tempat kerja, komunikasi internal, dan obrolan santai antar karyawan yang mulai difasilitasi secara online oleh berbagai kantor saat ini melalui platform seperti Microsoft Teams. Dengan ruang kerja digital yang secara penuh dapat mereplikasi semua elemen kerja layaknya di kantor, maka banyak perusahaan akan cenderung menggunakan ini sebagai solusi jangka panjang dan metode kerja sebagai bagian dari era “normal baru (new normal)”.
Prediksi 3: Penguatan kebijakan kerja dari rumah
Di sisi lain, ada juga sejumlah besar karyawan yang memilih untuk tidak bekerja di rumah, entah itu karena berbagai gangguan di rumah atau keterbatasan ruang kerja maupun koneksi internet di kediamannya. Beberapa perusahaan di Indonesia kini menerapkan pendekatan pergantian shift dalam bekerja, dimana ada pembagian tim A dan tim B yang bekerja jarak jauh dan bekerja di kantor pada hari atau minggu yang berbeda. Hal ini menuntut perusahaan untuk memperkenalkan kebijakan kerja jarak jauh yang tepat untuk memastikan budaya yang terjaga serta operasi yang efisien saat para pegawai bekerja dengan tim yang terdistribusi.(*)