Blog

Akselerasi Transformasi Digital Menuntut Kesuksesan, Peran KPI Digital Makin Krusial

Jum 21 Februari 2020, Erik Meijer
KPI - Key Performance Indicators

Momentum akselerasi transformasi digital yang ditopang revolusi industri 4.0 menghadirkan era baru yang mendisrupsi tatanan bisnis ke depan. Namun, transformasi digital bukanlah perjalanan mulus yang tanpa tantangan.

Dibalik perlombaan inovasi dalam rangka mencapai tranformasi digital, masih tersisa suatu pertanyaan mendasar. Apakah investasi yang dilakukan untuk menggerakkan transformasi digital akan berujung pada kesuksesan? Bagaimana cara mengukurnya?

Perlu disadari, transformasi digital merupakan perjalanan yang tidak sekali adopsi langsung berhasil. Dikatakan perjalanan karena itu merupakan proses yang dinamis. Setelah membangun peta jalan strategis dan struktur organisasi yang tepat, perjalanan transformasi digital kini memasuki babak baru. Babak dimana tingkat kesuksesan dimaknai dengan menciptakan key performance indicator (KPI) baru yang dapat memperhitungkan dampak pengembalian finansial dari investasi teknologi.

Inilah prioritas baru yang menjadi trend ke depan. Didalam riset International Data Corporation (IDC) Indonesia bertajuk “Drive the Success of Digital Transformation”[i] yang dikemukakan di Telkomtelstra Digital Summit 2019, pada tahun 2023, 80% entitas di Asia Pasifik akan menggabungkan set KPI digital baru – berfokus pada tingkat inovasi produk / layanan, kapitalisasi data, dan pengalaman karyawan – untuk menavigasi ekonomi digital.

Babak baru dari transformasi digital yang bisa disebut sebagai Digital Transformation (DX) 2.0 akan berbasiskan data. Hasil riset IDC juga mengungkapkan pada tahun 2022, 50% perusahaan di Indonesia akan membentuk digital-native platforms dengan Cloud, Mobility dan Big Data & Analytic sebagai teknologi utama untuk bisa bertahan dan berkompetisi di pasar ekonomi digital.

Sebagai gambaran KPI digital baru, berikut contoh matriks kesuksesan dalam 3 kategori utama yakni KPI keuangan (finansial KPI), KPI bisnis, dan KPI operasional yang mengukur 5 kriteria spesifik. Dalam KPI keuangan, tingkat inovasi yang ingin dicapai misalnya 40% dari anggaran modal perusahaan dialokasikan untuk inisiatif DX pada tahun 2020. Sedangkan untuk kriteria advokasi pelanggan, KPI keuangan yang hendak diraih misalnya 20% lebih banyak pelanggan yang menguntungkan setiap tahun selama 3 tahun.

Untuk kriteria kapitalisasi data, institusi dapat menentukan KPI keuangan seperti peningkatan investasi TI terkait data hingga melebihi 25% dari total investasi TI pada 2019, sebagai bentuk strategi platform ke depan. Dan dari sisi operasi bisnis, KPI keuangan bisa ditetapkan seperti target 50% pangsa pasar untuk produk atau layanan DX pada 2020.

Matriks pengembangan KPI pun dapat beragam sesuai dengan karakteristik industri dimana organisasi itu beroperasi. KPI digital satu perusahaan bisa jadi berbeda dengan perusahaan lain. Proses kompleks penentuan KPI digital cenderung tergantung pada persyaratan bisnis tertentu yang memudahkan organisasi untuk menentukan pengembalian investasi (return on investment/ RoI) untuk pengeluaran teknologi.

Disisi lain, bisnis harus dapat menciptakan KPI digital yang sederhana dan mudah diukur. Menurut Gartner, metrik terbaik dari suatu performa bisis terkait erat dengan hasil bisnis itu sendiri, kemampuan bekerja sebagai indikator utama, menyasar target audiens yang dituju, dipahami oleh semua pihak termasuk dengan latar belakang non-IT, dan mendorong adanya suatu action plan untuk menyikapi tantangan yang menghambat kemajuan dari bisnis tersebut.  

Lebih lanjut lagi, Gartner merekomendasikan lima pertanyaan utama sebagai  dasar untuk menciptakan KPI digital:

• Hal apa yang diukur? Misalnya, persentase interaksi pelanggan  dalam aktifitas virtual / digital.

• Bagaimanakah keadaan  perusahaan terkini?

• Apakah target yang ingin dicapai ?

• Apakah hasil dan manfaat bisnis yang ingin dituju? (misalnya, interaksi  pelanggan meningkat 50% dan pengurangan biaya lebih rendah 20%)?

• Apa balance point saat ini? (untuk menghindari terjadinya overdigitalize dan mengetahui ketika inisiatif sudah mencapai hasil yang diinginkan)

Namun demikian, tetap ada benang merah yang dapat ditarik untuk mengukur RoI organisasi, antara lain mengidentifikasi nilai pemilihan teknologi untuk produktivitas bisnis, menimbang hubungan antara legasi teknologi yang ada dengan inovasi yang dilakukan, serta memilih penyedia layanan pengelola yang sesuai untuk manajemen biaya operasional yang lebih baik.(*)


[i] Laporan IDC Indonesia bertajuk “Drive the Success of Digital Transformation” yang dirilis 21 November 2019